Bandung, 7 September 1982
.......
Dia menatap sang istri.
Wanita yang baru ia terima akad nikahnya.
Laki-laki itu mendekap wanita berkebaya cantik di hadapannya. Dia berbisik, "Jangan pernah kamu lupa detik ini, ya."
Gunawan menahan air mata. Kemudian, dia menatap lekat sepasang mata di hadapannya.
"Hari ini, saya janji sama kamu.
Melindungi kamu.
Sekarang dan nanti.
Saat hidup dan mati."
.........
Romantis ya? bacanya langsung terharu saya :D. Tapi terharunya cepet-cepet hilang begitu balik halaman.
Jakarta, 24 Desember 1991
.........
Satu dari jutaan hal yang dia cintai dari suaminya adalah pijaran sinar kehidupan di kedua matanya.
Memancarkan kecerdasan.
Memancarkan cinta.
Sinar yang selama ini menghidupkan Itje juga.
Sinar yang akan hilang dalam satu tahun.
"Kamu jangan takut. Saya sudah siapkan semuanya."
"...."
"Semua rencana sudah ada."
"Tapi yang tidak ada itu kamu."
"Hanya satu itu, yang saya gak bisa kasih lagi."
"Hanya satu itu, yang saya minta."
....................
:'(
Novel ini saya nobatkan sebagai novel dengan quote terbanyak dari novel-novel yang pernah saya baca sampai saat ini. Di awal sampai pertengahan novel saja sudah bertaburan quotes yang bijaksana tapi tidak menggurui. Bahkan ceritanya sendiri adalah quote (Thanks bang Adhit :) )
Sejak SMP memang Adhitya Mulya ini salah satu penulis favorit saya. Dan buku ini buku terbaiknya (versi saya lo yaa.. :D)
Sebelumnya sempat ragu mau beli novel karena buku-buku kuliah masih banyak yang belum terbeli. Tapi akhirnya saya bersyukur menunda satu buku kuliah demi membeli novel ini. Kenapa? Satu buku kuliah mungkin akan membantu saya selama satu semester. Tapi buku ini, akan membantu saya di satu fase kehidupan yang nantinya akan saya jalani dan fase itu akan jauuuh lebih lama dari satu semester yang hanya hitungan bulan ;)
"Planning is everything. Ini adalah sesuatu yang bapak pelajari agak terlambat. Bapak tidak ingin kalian terlambat juga.
.....................
Bapak akan menikahi seseorang. Yang artinya, Bapak meminta perempuan ini untuk percaya sama bapak.
Untuk memindahkan bakti dia, yang tadinya ke orangtua, menjadi kepada bapak.
Ironisnya, Bapak gak punya apa-apa untuk mencukupi dia. Apalagi mencukupi kalian.
Suami macam apa Bapak ini, jika Bapak meminta itu semua dari dia, tapi gak bisa memberikan apa yang wajib seorang suami berikan?
......................
Kewajiban suami adalah siap lahir dan batin. Ketika Bapak menikah tanpa persiapan lahir yang matang, itu artinya batin bapak juga belum matang. Belum siap mentalnya. Karena Bapak gak cukup dewasa untuk mikir apa arti dari 'siap melindungi'.
Jika batin Bapak 'siap melindungi', maka wujud kesiapannya adalah, punya atap yang dapat melindungi Ibu kamu dari panas, hujan, dan bahaya. Gak perlu megah. Gak perlu kaya. Ngontrak pun jadi. Yang jelas, ada atap untuk melindunginya dan bapak bayar dari kantong sendiri. Itu, wujud dari melindungi.
Jika batin bapak 'siap menafkahi' maka wujudnya adalah punya penghasilan yang mencukupkan istri dengan wajar. Gak perlu mewah. Gak perlu memanjakan, tapi cukup dan wajar. Itu, wujud dari siap batin."
..............
"Bukan berarti seseorang harus kaya dulu sebelum nikah. Tapi kalian harus punya rencana. Punya persiapan.
Sejak itu, Bapak selalu punya rencana.
Rencana untuk kita semua. Bahkan kanker ini pun, Bapak siap. Bapak punya rencana.
Menikah itu banyak tanggung jawabnya.
Rencanakan.
Rencanakan untuk kalian.
Rencanakan untuk anak-anak kalian........"
Novel yang satu ini mengajarkan banyak hal. Tentang bagaimana menjadi bapak bagi anak2nya, bagaimana menjadi suami untuk istrinya, menjadi ibu, menjadi istri, menjadi keluarga. (bahkan menjadi mahasiswa)
Buku ini akan saya simpan, saya rawat, sampul, rendam formalin untuk nantinya akan saya baca lagi bersama seorang lelaki yang meminta saya membangun sebuah keluarga bersamanya. Saya tahu itu masih lama, maybe 4,5, or 6 years from now. But I definitely will :)